Kritik dan Esai "Peringatan! Jika Rakyat Pergi" karya Wiji Thukul

Peringatan! 

Jika Rakyat Pergi

Merupakan sebuah ancaman, sindiran dan peringatan bagi kaum pemimpin yang senantiasa merendahkan rakyat kecil. Mengutarakan banyak janji-janji yang tak satupun terbukti. Memporakporandakan kehidupan rakyat yang entah sengaja dibuat bagaimana. Pada puisi ini penulis memberikan sindiran keras bagi pemimpin yang selama ini hanya sanggup mengutarakan janji tanpa berfikir kapan hal tersebut akan terbukti. Rakyat tak sanggup melawan, membantah atau mengecam. Rakyat hanya bisa duduk terdiam, menanti sebuah kepastian, yang tak tahu kapan ia datang. 

Ketika para rakyat mengutarakan isi hatinya baik berupa pendapat maupun keluh kesah atas kelakuan pemimpinnya, seketika langsung dibantah dan ditolak mentah-mentah. Para pemimpin takut atas kebenaran-kebenaran yang dibawa rakyat. Mereka takut kebenaran akan membawa mereka pada kesengsaraan. Selama ini rakyat hanya ingin didengar, dihargai, dihormati, dilayani seperti janji yang pernah terucap dulu, namun semua angan-angan tersebut hanyalah angin yang sekejap datang lalu menghilang. 

"Di Bawah Selimut Kedamaian Palsu"

Puisi ini merupakan kecaman bagi pemimpin yang hanya bisa mengancam kebahagiaan rakyat, hanya bisa mengobral janji, memiliki pangkat dan jabatan yang tinggi namun tak dapat menghargai orang lain. 

"Apa guna punya ilmu"

"Kalau hanya untuk mengibuli"

"Apa gunanya banyak baca buku"

"Kalau mulut kau bungkam melulu"

Rintihan hati rakyat jelata yang menjerit kesakitan akan apa yang mereka rasakan. Mereka menjerit atas para pemimpin yang memiliki jabatan tinggi, banyak ilmu namun tak memiliki rasa solidaritas, kemanusiaan, peduli dan tanggung jawab terhadap sesama. Selama ini mereka berlomba-lomba merebut jabatan, saling menikung hingga lupa akan tanggung jawab yang dipikul. Mereka hanya memikirkan kesenangan hingga lupa jika dibawahnya banyak yang terkekang. Rakyat tak dibolehi mengeluarkan suara. Rakyat dituntut untuk bungkam dan menuruti apa yang diperintahkan. Semua aset yang dimiliki rakyat dikuasai oleh yang di atas. Mereka menjualnya semena-mena, tanpa permisi dan tanpa harga yang mewadahi. Rakyat bagaikan patung yang hanya duduk terdiam tanpa sanggup menuntut sebuah kebahagiaan. 

Komentar