Kritik Esai "Sisik Naga di Jari Manis Gus Usup"
Cerpen karya M. Shoim Anwar yang berjudul Sisik Naga di Jari Manis Gus Usup merupakan sebuah cerpen yang banyak mengandung nilai moral yang dapat dijadikan sebaga pelajaran, bukan hanya nilai moralnya saja yang kuat, namun juga mengandung humor sebagai pelipur lara, pengisi ruang hampa dan penghikang kesedihan.
Cerpen ini membahas tentang seseorang yang sangat dihormati dan disegani masyarakat, sangat dijunjung tinggi harkat dan martabatnya karena ia taat beragama dan merupakan keturunan dari keluarga yang disanjung oleh masyarakat, yakni Gus Usup. Sebuah panggilan yang tak asing ditelinga masyarakat. Gus adalah sebuah panggilan teruntuk keturunan kyai, ulama atau seseorang yang memiliki ilmu agama tinggi dan sangat dihormati oleh masyarakat, biasanya berasal dari kalangan pondok pesantren. Gus usup merupakan sosok lelaki panutan, penuh canda gurau, tak mengenal tahta saat bergaul dengan masyarakat, tak memandang manusia lain lebih rendah daripadanya. Gus usup merupakan gambaran dan pengingat bagi kita semua akan rasa hormat, patuh, serta tunduk yang harus kita miliki. Terlebih pada sosok yang lebih tua, sosok yang lebih tinggi ilmnunya daripada kita. Jangan nerlaku semena-mena, sombong dan terlena atas apa yang kita punya. Jangan menganggap orang lain lebih rendah dan lemah dibandingkan kita.
Cerpen tersebut juga menceritakan kebiasaan masyarakat jika bertemu dengan orang yang mereka hormati, yakni dengan cara menyapanya dengan mengucap salam, memberikan senyuman, menundukkan kepala saat bertemu dan mempersilahkan untuk mampir sejenak melepas lelah di rumah. Mereka berperilaku seperti itu hanya dengan harapan semoga dengan hormatnya mereka, akan mendatangkan berkah dan kebahagiaan.
Gus Usup tak pernah memandang bulu dalam bersosialisasi, berbeda dengan orang-orang bertahta di luar sana. Mereka yang lebih sibuk bergaul dengan yang setara sedangkan lupa dengan kami yang di bawah. Masyarakat sangat senang bergaul dengannya, saling bertukar cerita, berbagi pengalaman, meminta nasihat dan menghilabgkan duka lara, seperti pada cerpen tersebut, yakni dengan cara bermain kartu. Sekilas mungkin terselip di benak kita jika bermain kartu adalah hal yang tabu jika dimainkan oleh orang yang tinggi ilmu agamanya. Namun, tidak demikian dengan Gus Usup. Ia bermain hanya untuk menghibur diri, bersilaturrahmi dengan masyarakat sekitar, serta membangun canda tawa yang merekah. Masyarakat di desa tinggal dari berbagai macam daerah, adat, dan budaya yang melekat erat, seperti adanya kebiasaan yang menganggap suatu hal sebagai barang yang keramat, yakni cincin batu akik yang memiliki corak sirik naga yang digunakan oleh GusUsup. Masyarakat setempat menganggapnya keramat karena berbagai hal, salah satunya seperti yang diungkapkan pada cerpen tersebut, yakni Gus Usup selalu memenangkan permainan kartu jika dia mengenakan cincin tersebut. Bagi orang awam hal itu memanglah tabu, namun bagi orang yang mengerti maka tak salah jika benda tersebut dianggap keramat dan direbut oleh banyak pihak. Seperti di dunia nyata ini, ada tempat yang diyakini masyarakat sebagia tempat angker karena memiliki cerita mistis di dalamnya. Cerita tersebut terus mengembang di benak masyarakat hingga saat ini, maka tak heran jika ada hari tertentu dimana masyarakat sekitar mengadakan ruwat atau suatu bentuk penghormatan yang diberikan pada tempat yang dianggap keramat tersebut dengan hatapan agar tidak ada masalah, dan balak yang menimpa.
Cerpen tersebut menarik karena dalam penyajiannya menggunakan bahasa jawa yang tak asing di telinga kita. Seperti oada kata "mlembung", "nyolong", "ngandang", dan "nyetrum". Cerpen tersebut mengandung nilai humor yang membuat minat serta daya tarik pembaca menjadi bergairah. Pesan yang tersirat dalam cerpen tersebut adalah jadilah manusia yang ingat akan siapa kedudukan kita di dunia. Jangan jadi manusia yang selalu senantiasa menyibukkan diri dengan aktifitas yang membuat kita lupa akan segalanya, seperti enggan bersosialisasi dengan sesama yang tak sederajat. Ingatlah kita hidup ini saling membutuhkan dan hingga kita tiada nanti kita pun masih mmebutuhkan uluran tangan orang lain. Jadilah manusia yang dapat menyebarkan manfaat bagi sesama, jangan menilai sesuatu dari apa yang kau lihat. Karena yang kita lihat belum tentu benar adanya. Jangan hanya sibuk mencari harta hingga kita menghalalkan segala cara, termasuk ingin meraih sesuatu yang bukan hak kita. Jangan suka jadi penikung bagi sesama. Jadilah orang yang dengan bijak dan cara yang bersih dalam meraih angan dan asa.
Komentar
Posting Komentar