Kritik Esai Ulama Durna Ngesot ke Istana

 Gambaran penguasa yang tak kenal lelah dalam mencari ambisi untuk merebut kekuasaan. Tiada henti-hentinya ia menyusun skenario kekuasaan yang dibuatnya. Tujuannya tak lain adalah untuk merampas semua hak-hak rakyat, tak terkecuali keadilan. 

Beribu janji ia tebar demi meraih beribu keberuntungan. Rakyat dibuat percaya oleh janji-janjinya yang kian membara. Seolah kebahagiaan merekah di depan mata. Banyak cara yang dilakukan penguasa demi merebut tahta yang ada, seperti rela meluncur di medan perang demi meraih harta yang dapat menjadikannya kekal. Saat semangat bergejolak musuh pun jadi sahabat dan sahabat ia jadikan sebagai musuh demi merebut kekuasaan yang diinginkannya. Hingga ia terlupa jika hartalah yang membuat ia lupa akan segalanya, lupa akan janji-jani manisnya, lupa akan tanggung jawab yang diembannya, dan lupa jika dia juga memiliki orang-orang yang dia sayang dan harus di jaga kehormatan, kebahagiaan serta dijamin massa depannya. Hanya harta yang dapat membuatnya terbang melayang mengarungi lautan samudra. Disaat harta telah membuatnya lupa akan segala yang dimiki, disaat itulah para penjilat mulai mendekat. Banyak penjilat yang mulai berebuf harta dan tahta yang sedang ia dekap. 

Saat harta membuatnya jatuh dalam lubang derita, ia mulai sadar jika hidupnya terbuang sia-sia oleh kefanaan dunia. Banyak tanggung jawab yang telah ia lalaikan dengan sengaja. Hingga disaat ia tersadar jika semua telah tiada, ia baru menyesal dan mencari-cari semua yang selama ini telah ia tinggalkan. Hanya penyesalan yang mampu membalut beban derita, menyusuri sisa hidup yang entah apa daya. 

Pada puisi tersebut bukan hanya memgungkapkan kekejaman dunia yang membuat manusia-manusia terlena akan apa yang dimilikinya, namun juga mengingatkan kita agar tidak terlena akan segala sesuatu yang bersifat fana. Pada bait pertama, penulis mengungkapkan bagaimana tingkah para penguasa yang senantiasa menebar-janji yang tak pernah hadir nyatanya. Mereka hanya disibukkan dengan menyusun cara-cara untuk mampu memikat hati rakyat sehingga kekuasaan dapat senantiasa didekap. 

Puisi tersebut menggunakan majas yang senantiasa membuatnya indah saat dibaca dan memiliki makna estetis saat dicerna. Seprti pada kata "menjilat pantat agar diberi jatah remah-remah", "bertingkah sok gagah berlindung di ketiak penguasa", "menunggang banteng bermata merah", dsb. 

Hubungan puisi tersebut dengan dunia nyata saat ini, yakni banyak dijumpai penguasa-penguasa yang lupa akan amanah yang diembannya. Banyak yang terlena akan harta, jabatan dan godaan-godaan lain yang hadir, hingga ia lupa jika semua itu hanyalah bumbu-bumbu kefanaan duniawi. Di negara kita banyak penguasa, pemimpin yang dipilih rakyat untuk mewujudkan cita-cita rakyat, mendengar rintihan hati rakyat, menjadi panutan rakyat, menjadi tempat berharapnya kebahagiaan rakyat. Namun, yang terjadi saat ini sangat jauh berbeda. Mereka lupa akan sosok yang telah menjadikan mereka tinggi dan berkuasa. Kesibukan duniawi yang senantiasa merongrong nafsunya agar lupa akan segsla yang ditanggung jawabinya. 

Semoga hadirnya puisi yang berjudul "Ulama Durna Ngesot ke Istana" ini senantiasa menyadarkan kita akan siapa kita di dunia ini, terlebih untuk para penguasa atau pemimpin negara. Yang memiliki banyak tugas dan tanggung jawab dalam pundaknya namun terlena dengan nafsu-nafsu saiton dunia. Jadilah pribadi yang mampu menjadi panutan bagi orang-orang sekelilingmu, maka kelak hidupmu akan terasa lebih berarti. Jangan sibuk memikirkan nafsu, rayuan, bujukan-bujukan yang senantiasa merongrong hatimu, sebelum kefanaan tersebut yang akan menjatuhkanmu dalam lubang derita. 

Komentar